Minggu, 05 Februari 2017

[6_DOMBA] BANGKITNYA MAHAKARYA

oleh : hewan


Ringkasan cerita sebelumnya:

Sang Kehendak dalam kondisi pasif, seperti kepompong, sehingga hawa menekan yang menyelimuti Museum Semesta hampir sepenuhnya menghilang. Namun sebagai kepompong pun, Sang Kehendak tetap tak tersentuh. Tak ada yang bisa dilakukan Zainurma dan Mirabelle untuk menghancurkan ‘artefak sialan’ itu (meminjam istilah dari Sang Kurator). Dan yang pasti, setiap kepompong pada akhirnya akan mengelupas serta menampakkan wujud sempurnanya. Sebelum itu terjadi, Zainurma merasa dirinya harus berbuat sesuatu.

Perubahan situasi ini berlangsung secara drastis. Zainurma dan Mirabelle pergi menghilang dari Museum Semesta untuk sementara waktu. Ratu Huban dipercaya sebagai PLT (Pelaksana Tugas) Kurator untuk meneruskan turnamen. Akan tetapi, semua menjadi kacau. Ratu Huban malah mengajak seluruh peserta untuk berkunjung ke Museum Semesta. Dengan tidak adanya hawa menekan dari Sang Kehendak, kini segala penjuru Museum Semesta bebas untuk dijelajahi. Bukan hanya para peserta, bahkan Oneiros yang tak ada sangkut pautnya dengan turnamen pun ikut mampir ke Museum Semesta demi mencari kekuatan.

Entah berapa lama waktu berlalu.

Zainurma dan Mirabelle tak kunjung kembali ….

-reveriers-

Bongkahan bukit melayang itu adalah semesta kecil tempat berdirinya suatu mansion megah yang menjadi markas suatu klan. Klan itu dikenal sebagai Klan Nurma, klan kecil dengan kekuasaan besar. Kabarnya, mereka menguasai ratusan semesta lain, layaknya keluarga mafia. Zainurma, kurator kita, dulunya berasal dari klan ini. Dia pernah ditugaskan oleh boss klan untuk menyelidiki suatu semesta misterius yang berbentuk museum. Namun Zainurma tak pernah kembali dari tugas itu—

—hingga sekarang.

“Hahahaha, lama tak bertemu dan kau tampak sama sekali tak berbeda sejak kau pergi, Zainurma,” ujar lelaki tua berpakaian super necis yang duduk penuh wibawa di kursi kehormatannya. Sejumlah pengawal bertampang sangar berdiri di sisi kanan-kirinya, tak tampak lengah sedikit pun. Lanjut pria itu, “Dan saat kubilang lama, aku berbicara tentang waktu 500 tahun sejak kau pergi.”

“Lima ratus tahun?! J-jadi sudah selama itu?” seru Zainurma.

“Kau sudah dianggap sebagai desertir dari klan. Kasus kedua setelah Hewanurma. Hahahaha.” Lalu lelaki tua super necis itu berdiri lantas mengubah nada bicaranya menjadi serius. “Berani sekali kau kembali ke sini. Jadi apa maumu, hah?!”

Zainurma malah balik membentak, “Heh, ‘apa mauku’ katamu? Justru aku yang mesti bilang, sebenarnya semesta macam apa museum sialan itu? Dan mengapa kau mengirimku ke sana?! Kau pasti tahu sesuatu!”

Boss Nurma tersenyum jengah, “Ya, tentu saja aku tahu sesuatu. Aku mengirimmu ke sana untuk memastikan hal tersebut. Sayangnya kau tak pernah kembali. Tapi jika kau pikir aku mau mengatakan semuanya padamu, terlebih dengan lagak brengsekmu ini di hadapanku, maka kau keliru, anak muda.”

Kini Zainurma tertawa. “Bukannya lagak sengak ini adalah bawaan alami dari klan kita? Hehehehe! Tapi jangan salah, Boss. Aku tak perlu meminta apapun darimu. Aku tahu segalanya tentang klan ini … atau setidaknya, aku tahu di mana kalian menyimpan informasi penting.”

Boss Nurma terdiam sesaat, lalu matanya melotot.

Zainurma memberikan perkataan penutup, “Aku datang cuman buat bilang: LU GUE END!” (catatan penulis : iya, ini norak sekali ._.)

Lalu pintu ruangan yang berlapis baja nurmantium pun terlempar ke arah dalam seiring bunyi melengking nyaring dari suatu tebasan tombak. Dari balik pintu, muncul sosok sang Dewi Perang.

“Tuan Kurator, aku sudah mendapatkan apa yang kita cari!”

“Bagus, Mirabelle!”

Zainurma si desertir klan segera angkat kaki dari ruangan tersebut. Saat sejumlah pengawal Boss Nurma mencoba menghentikan, lagi-lagi sabetan tombak dari sang Dewi mengempaskan mereka.

“Aku mohon bantuanmu, Mirabelle. Di sini, kekuatan Katalog Semesta yang kupegang tidak akan terlalu berguna.”

“Bukannya di Museum Semesta atau di Alam Mimpi pun, kau tak pernah mau bertarung langsung, Tuan Kurator?”

Singkat cerita, keduanya berhasil melarikan diri dari mansion Nurma dengan membawa berkas yang mereka butuhkan. Sesuai dengan denah yang sebelumnya digambar oleh Zainurma, Mirabelle berhasil membobol ruang brankas data yang berisi segala berkas penting yang dimiliki oleh klan. Sambil Zainurma mengulur waktu, Mirabelle akan mencuri suatu berkas tentang semesta misterius yang dikenal sebagai Museum Semesta.

“Apa berkas yang kita curi ini akan membantu banyak, Tuan Kurator?”

“Aku tidak tahu sebanyak apa tetapi kita butuh semua informasi yang ada.”

“Dan sekarang kita kembali ke Museum Semesta?”

“Yah, kita tidak bisa kabur begitu saja? Kau tahu sendiri tentang itu. Saat artefak sialan itu bangkit dari fase kepompongnya, jiwa dan impian kita akan kembali terikat padanya.”

Zainurma dan Mirabelle pun bergegas kembali ke Museum Semesta. Bagaimanapun, keduanya tidak menyadari bahwa perjalanan singkat mereka ternyata tidaklah sesingkat yang mereka kira. Ketika mereka sampai di museum, semua sudah begitu kacau.

-reveriers-

Ratu Huban tampak sedang berpesta dengan sekitar seratus makhluk aneh di suatu aula pameran. Domba berlompatan di sekeliling, begitu pula dengan gulali yang beterbangan di udara. Itulah yang dilihat oleh Zainurma dan Mirabelle saat mereka tiba di Museum Semesta.

“Itu … mereka, bukankah mereka adalah karya-karya seni yang dikumpulkan museum?” Mirabelle terpana.

“Dan aku merasakan keberadaan sejumlah Reverier di museum!” geram Zainurma.

Sang Kurator mengangkat tangan kanannya lalu Katalog Semesta pun muncul di tangan tersebut. Ketika dia berseru, maka seluruh makhluk aneh yang ada di sana kembali berubah wujud menjadi beragam karya seni. Sang Kurator mengayunkan tangan, maka seluruh karya seni itu terpasang kembali pada posisinya masing-masing di sejumlah ruangan.

Zainurma melakukan hal itu berkali-kali di sejumlah penjuru museum karena rupanya bukan hanya di aula tersebut karya-karya seni lepas dan menggila.

Ratu Huban menghela napas sedih, “Yaaah … pestanya bubar, deh.”

Mirabelle menatap tajam si kepala bantal. “Anda mendatangkan para Reverier ke Museum Semesta?”

“Mumpung Sang Kehendak sedang hibernasi, ahaha, tapi kurasa 8 Reverier menghilang begitu saja. Mungkin mereka tersesat dan mati? Tersisa 8 saja yang masih bertahan~~”

Mirabelle menepuk dahi. “Tuan Kurator pasti marah besar.”

“Habisnya kalian pergi lama sekali. Sekitar dua atau tiga bulan tak ada kabar, kalau pakai hitungan waktu Alam Mimpi.”

“Ti-tiga bulan?” Mirabelle tersentak. “Kami hanya pergi sekitar 3 jam, mestinya.” Kemudian sang Dewi Konservasi baru tersadar kalau ada distorsi waktu yang luar biasa antara semesta lain dengan Museum Semesta.

Sementara itu, Sang Kurator baru saja menendang keluar makhluk mata berjubah ungu beserta domba-domba hitamnya dari museum kembali ke Alam Mimpi.

“Selesai sudah! Hhh … sial! Dan sekarang,” Zainurma melirik ke belakang, ke arah delapan sosok pemimpi yang masih bertahan, “kita harus bicara serius.”

-reveriers-

Kedelapan Reverier dikumpulkan di Alam Mimpi, di suatu rimba hutan gelap seraya mengililingi api unggun. Seolah mereka sedang berkemah. Dan ternyata, Zainurma tidak semurka yang Mirabelle kira. Justru Sang Kurator seperti antusias, tidak tampak seperti sedang menginterogasi tersangka.

“Kalau begitu kita buat sederhana saja. Tak ada waktu lagi. Tunjukkan padaku Arsamagna kalian dalam pertarungan kali ini!”

[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.