Minggu, 15 Mei 2016

[PRELIM] 01 - ANITA MARDIANI | OLD WOUND

oleh : Fachrul R.U.N.
---

Battle of Realms VI – Anita's Canon  
Volume 1: Vision of the End
  
Chapter 1



Aroma aneh menyambut gumpalan hitam itu kembali ke dunia nyata. Dia membuka delapan matanya. Seketika, makhluk itu dapat merasakan sel-selnya bergejolak. Ada yang tidak beres, ia yakin itu. Masih ada sisa sakit merayapi tubuhnya. Bahkan kumpulan ingatannya pun agak kabur.

Namaku... namaku Anita Mardiani...

Ia tak punya masalah mengingat identitasnya. Permulaan yang bagus.

Hal kedua yang coba makhluk itu ingat adalah satu edisi majalah fashion asal Indonesia yang diterbitkan tahun 2013. Konyol memang, namun di dalam majalah itu ada delapan halaman foto Clarissa Damayanti, aktris sinetron yang sedang naik daun. Bagi Anita, setidaknya untuk saat ini, wujud itu sudah menjadi bagian identitasnya.

Mula-mula, Anita meniru bentuk tubuh Clarissa. Gumpalan hitam mulai menyusut hingga sekitar 170 sentimeter. Berdasarkan kenangan tadi, Anita mulai mengolah lebih lanjut dirinya dari dalam. Kini ia memiliki sepasang lengan kurus berjari lentik, tubuh tinggi semampai, wajah cantik yang tersenyum tipis, serta rambut bob berwarna hitam. Ia bahkan tak lupa menambahkan detil kecil seperti bulu mata.

Tak berhenti sampai di sana saja, lapisan "kulit" ekstra menyeruak keluar dari tubuh Anita. Awalnya, teksturnya hitam dan basah. Namun lambat laun lapisan tersebut membentuk pakaian. Mantel cokelat sebagai atasan, lengan ketat berwarna hitam, sarung tangan gelap, legging, hingga sepatu bot. Kulit wajahnya yang semula sepekat arang pun berangsur-angsur menjadi putih. Terlalu putih sebenarnya, hingga tampak seperti kulit mayat.

Hanya tersisa dua mata saat Anita mengaktifkan pengelihatannya lagi. Ia sedang berada di ruangan gelap, tertidur di atas altar. Kalau ia benar-benar ling-lung, bisa saja ia mengira dirinya hendak dijadikan kurban untuk Nama-Nama Terlarang.

Anita masih ingat kalau bukan itu yang terjadi. Ini adalah rumah Klaus si eksentrik, yang nama belakangnya belum ia ketahui hingga sekarang. Ia tadi ke sini bersama gurunya, Jurgen Wagner, untuk menemui penyihir muda itu. Klaus sedang meneliti sebuah museum misterius, yang diyakininya mengurung seorang dewi.

Kemudian ingatan Anita samar. Ada jeda signifikan antara saat ia tidur dan terjaga. Ia sempat terlelap. Lalu, dirinya melihat seorang pria berjas hitam yang mengatakan sesuatu soal... mahakarya? Pesta? Ia tidak yakin. Seperti yang biasa terjadi bila ia terbangun dari mimpi, dialog yang awalnya masuk akal jadi aneh dan kabur bila dipikirkan dengan sadar.

Yang ia yakini adalah dirinya melihat semacam patung, yang cukup kuat untuk mencengkeram tubuhnya. Tapi selain itu... selain itu ia tak mengingat apa-apa. Padahal ia yakin ada hal penting yang terlupa. Jawaban dari misinya.  

Anita berhenti mengakses tumpukan ingatannya saat ia menyadari sesuatu. Aroma aneh yang diciumnya sejak membuka mata tadi adalah anyir darah. Sumbernya pun sangat dekat, ada di ruangan yang sama dengannya. Gadis itu hanya perlu menoleh untuk melihatnya.

"Tidak..."

Ada dua jasad tergeletak di sisi ruangan. Sontak, Anita berguling dari altar dan merayap mendekati mereka. Ia begitu terpukul hingga bahkan tak terpikir olehnya untuk bergerak seperti manusia.  

Sungguh-sungguh ia berharap kalau dua mayat tadi bukan benar-benar sisa dari orang yang ia kenali. Namun harapannya itu tak bermakna. Kedua lengannya pun kembali berubah menjadi tentakel saat ia membekap salah satu jasad itu: Jurgen Wagner.

"Pak Guru..." desis Anita lirih... namun senyum tipis yang ia ciptakan saat bangun tidur tetap terpasang di wajahnya, seakan ia menikmati kematian itu. Padahal sama sekali tidak. Emosinya lebih tepat digambarkan oleh deretan tentakel dan tangan manusia yang kini menyeruak dari punggungnya, bergerak liar di luar kendali.

Jurgen Wagner, sang guru. Salah satu penyihir terbaik di dunia; orang yang mampu menghabisi sepuluh orang sekaligus hanya dengan kibasan tangan; orang yang pernah mempecundangi beberapa Nama Terlarang... kini telah tiada. Tubuhnya dingin. Matanya menatap kosong. Darahnya menggenangi lantai, bercampur dengan genangan yang juga diciptakan tubuh Klaus.

Penyerang Wagner menghabisi penyihir agung itu dengan belati. Ada satu bekas tikaman di leher, di dada, dan di perut. Di sisi Wagner, jasad Klaus terbaring telentang, memperlihatkan lubang bekas tusukan bilah benda tajam di keningnya.

Siapa...

Tentakel dan lengan yang muncul dari punggung Anita kini ditumbuhi mata.

Siapa yang melakukan ini?

Satu mulut membuka dari pundaknya, memperlihatkan deretan gigi tajam. Ia harus memburu pelakunya. Ia harus mencengkeram leher orang itu, membelah tubuhnya menjadi dua, lalu menggunakan darah sang bedebah sebagai bahan untuk melukis peringatan. Akan ia kirimkan peringatan itu ke dalang di balik pembunuhan ini, lalu, saat mereka ketakutan, ia akan memakan mereka juga.

Tubuh Anita menggembung. Saat kembali mengempis, sekujur tubuhnya menimbulkan siulan aneh, terdengar seperti nyanyian burung, "Tekeli-li..."

Tenang, batinnya pada dirinya sendiri. Apapun yang terjadi, ia harus bergerak sesuai dengan ketentuan hukum. Sengaco apapun gurunya, ia yakin pria berkumis tebal itu akan menginginkan hal yang sama.

Mata Anita masih tertuju ke wajah gurunya. Pria terkuat yang pernah ia kenal, hanya kalah dari ayah angkatnya yang terakhir, kini tak menunjukkan bekas-bekas kehebatannya. Jiwa kuat pria itu sudah lama meninggalkan raga.

Kesedihan dan putus asa membebani gadis itu.  Genangan hitam mulai menetes keluar dari tubuh gadis itu, menggantikan air mata yang tak lagi ia miliki.

"There's a new world coming..."

Telinga Anita mendengar nyanyian.

"And it's just around the bend..."

New World Coming, lagu dari Nina Simone. Ia sering mendengarkan ini dulu, saat ia masih tujuh tahun.

Sejak orang tua kandungnya meninggal, Anita pernah diadopsi oleh dua keluarga berbeda. Salah satunya adalah Hariadi, pensiunan polisi yang menanamkan pentingnya penegakan hukum bahkan dalam situasi terkelam. Satunya lagi adalah orang yang begitu benci, hingga Anita otomatis bereaksi negatif terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Seperti lagu ini, yang sering pria itu nyanyikan lewat mesin Laserdisc.

Sebelum ia terlelap, yang ada di rumah ini hanya Klaus, dirinya, dan Wagner. Siapa pun laki-laki yang menyanyikan lagu ini, Anita sadar kalau ia harus mewaspadainya. Bukan tidak mungkin ini adalah suara sang pelaku.

Orang itu ada tepat di luar ruangan. Anita mencoba untuk kembali fokus, supaya ia bisa membuat tubuhnya normal. Tentakel, organ ekstra, bahkan genangan hitam yang ia ciptakan dari kesedihan kembali meresap masuk ke tubuhnya.

Begitu siap, gadis itu kembali ke ruang utama. Yang tersaji di hadapannya bukan lagi ruangan gelap dan kotor dengan pintu depan rusak karena ia tubruk. Seluruh bagian depan bangunan itu telah rontok.

Hutan pinus dan halaman penuh rumput liar yang tadi Anita lalui pun lenyap, begitu pula dengan langit siang yang menaunginya dalam perjalanan. Kini langit diselimuti warna merah, jingga, biru, dan hijau, saling bercampur aduk tanpa makna seperti corat-coret anak-anak. Seluruh tetumbuhan mati dan tanahnya kering. Tentakel-tentakel raksasa berwarna ungu menyembul dan menggapai-gapai, menandakan ada makhluk yang lebih besar di langit.

Lima  bola raksasa tersaji di luar rumah Klaus, masing-masing terdiri dari puluhan manusia yang diremukkan dan diikat agar tidak menghancurkan bentuk. Pendengaran tajam Anita masih dapat menangkap erangan, menandakan beberapa orang itu masih hidup. Anita terdorong untuk menyelamatkan mereka, tapi langkahnya terhenti begitu melihat penyanyi yang suaranya memanggilnya ke sini.

"There's a new world coming..." Merasakan kehadiran Anita, si penyanyi malah melanjutkan lagunya yang sempat tertahan. "This one's coming to an end..."

Orang itu berdiri di perbatasan antara sisa rumah Klaus dengan kehancuran di luar. Dia mengenakan pakaian serba hitam. Rambutnya dipotong sangat pendek, hingga kepalanya terlihat seperti ujung korek api.

"Nama saya Anita Mardiani, anggota dari Unit Reaksi Cepat," Anita menyampaikan dalam bahasa Jerman. "Saya diberi mandat oleh Asosiasi Penyihir Jerman untuk membekuk orang-orang yang dinilai mencurigakan. Jadi, mohon maaf, tolong angkat tangan dan berbalik."

Pria berpakaian hitam tadi berbalik dengan tangan tetap berada di belakang punggung, mengabaikan begitu saja peringatan Anita. Wajahnya bundar, dengan pipi menyembul. Janggutnya sangat tebal hingga nyaris menutupi lehernya.

Dua mata ekstra muncul di permukaan depan mantel Anita, masing-masing juga tertuju ke sosok itu. Satu nama segera terlintas di benak gadis itu: Sharif Khoirudin, suami dari Khadijah Karuniawati. Ia tahu kalau di tahun 2001 pria itu adalah pemilik toko mebel di Condet. Oleh tetangga-tetangganya ia dikenal sebagai pria yang ramah, dermawan, penyayang anak yatim. Anita mengenalnya sebagai pembunuh massal.

"Sekarang kamu bisa ngomong Jerman, Nduk?" sapa Sharif dalam bahasa Indonesia.

Itulah ayah angkat pertama Anita. Orang yang sama yang membuat Anita takut terhadap lagu-lagu Nina Simone, terutama New World Coming. Keberadaan orang itu mendorong keluar suara-suara dari masa lalu, hingga mereka kembali terputar lagi seperti rekaman kaset.

"Bapak..." dalam wujud gumpalan, Anita kecil mencoba bertanya.

"Bapak di sini," sahut Hariadi. Tangannya yang kurus dan gemetaran mengusap tubuh rusak Anita.

"P-Pak Hariadi?"

"Ya, ini Paman Hariadi. Nggak usah takut sama Sharif lagi..." tutur Hariadi perih. "Dia sudah mati, nak. Mati karena ulahnya sendiri. Tenang, kamu aman. Kalau memang bajingan itu kembali dari kematian, Bapak akan membunuh dia lagi."

Selama ini, ia percaya pada Hariadi. Namun selalu ada keraguan di dalam dirinya, terutama karena ia tak pernah melihat jasad sosok itu. Dan sekarang... lima tahun sejak kejadian fatal yang membuat Anita menjelma menjadi monster, ia berjumpa lagi dengan Sharif.

Enam tentakel menyeruak muncul dari punggung Anita.

"Kamu makin cantik sekarang," komentar Sharif. Matanya berbinar melihat tentakel di punggung putri asuhnya.

Sudah tahu pasti dosa-dosa pria itu, Anita bereaksi cepat.  "Sharif Khoirudin, Anda ditahan atas tuduhan melakukan ritual gelap..."

Tentakel-tentakel di punggung Anita bergerak semakin liar. Bahkan mulai ada lengan ekstra tumbuh dari pahanya. Ia harus menenangkan mereka sebelum melanjutkan bicara. "Penganiayaan terhadap anak, pembunuhan, dan penyebaran agama terlarang."

"Tuduhan kamu berat sekali, Nduk," komentar Sharif tenang. "Kamu tahu kan, kalau Bapak ini orang baik-baik?"

"Anda berhak untuk diam."

Anita mencoba meraih ayah angkatnya, namun pria itu menghilang sebelum lengan Anita dapat menjangkau. Satu bola mata membentuk di punggung Anita, langsung menemukan Sharif di reruntuhan tangga. Ia melihat pria itu mengangkat tangan kanannya, lalu menjatuhkannya lagi.

Kekuatan besar datang dari langit, menghantam tubuh Anita hingga wujud manusia gadis itu terpaksa berlutut.

"Tapi bukan hanya kamu yang sudah berubah, Nduk. Bapak juga. Gimana rasanya ditimpa sama kehendak dunia?"

Seluruh mata Anita dapat melihat keberadaan siluet samar di belakang ayah angkatnya. Makhluk itu mengambang, kedua lengannya melingkari leher Sharif. Rambutnya yang panjang bergerak liar. Walau tak ada tekstur hidung dan mata, makhluk itu masih memiliki mulut yang membuka lebar, membentuk senyum tanpa gigi.

Kemudian makhluk itu berubah wujud menjadi pria hitam berjas putih. Baru sedetik dalam wujud itu, ia menjelma menjadi tumpukan tentakel. Sedetik kemudian dia berubah lagi, kali ini mengambil wujud wanita dengan tubuh bengkak seperti korban tenggelam. Terakhir, makhluk itu kembali menjadi gadis berambut liar.

Anita langsung mengenalinya. Instingnya menjerit, memperingatkan bahaya. Ia tengah berhadapan dengan Nyarlathotep, salah satu dari Nama-Nama Terlarang. Makhluk yang dulu Sharif coba panggil dengan menggunakan pengorbanan darah Anita.

"Dua puluh tahun, Nduk. Dua puluh tahun Bapak nyoba membuktikan ke Sahasramukha kalau Bapak layak menyandang kekuatannya." Sahasramukha. Seribu Wajah. Nama lain Nyarlathotep yang digunakan oleh pemujanya di Indonesia. "Akhirnya... akhirnya Bapak didengar."

Hidup belasan tahun bersama Jurgen Wagner membuat Anita dapat mempelajari sejumlah sihir. Salah satunya dinamai oleh Wagner sebagai "Api Penyucian," cukup efektif untuk menghanguskan apapun. Ia pun mulai merapal nama suci Marada, sang dewa, tanpa peduli kalau sihir ini juga akan menghancurkannya.

Bila ia diam dan mengatur nafasnya sejenak saja, Anita akan menyadari kalau ia terlalu panik. Keputusannya kali ini pun terlalu drastis. Namun bila ada Nama Terlarang terlibat, ia sudah diajarkan untuk langsung menggunakan seluruh kekuatan yang ia miliki.  

"Tidak bisa begitu." Sharif mengibaskan lengan, dan tiba-tiba rapalan Anita berhenti. Pengetahuan Api Penyucian seakan baru saja dihapus total dari ingatannya hingga tak bersisa. "Sihir-sihiran seperti ini bukan untuk kamu, Nduk. Itu untuk yang sudah gede."

Kok bisa? Anita kebingungan. Seharusnya, ia memiliki imunitas terhadap sihir kutukan. Jadi apapun yang dilakukan oleh Sharif barusan bukanlah bagian dari ilmu kegelapan.

Tak mau menyerah, Anita merapal sihir yang masih ia ingat. Wagner menyebutnya Mawar Berlin. Nama yang memang terdengar cantik untuk sihir tak stabil yang pada akhirnya adalah simulasi ledakan bom nuklir. Di tangan orang yang ahli, sihir itu bisa mengatasi ancaman apapun dengan aman. Masalahnya, Anita tidak ahli. Ini akan membunuhnya lebih pasti dari Api Penyucian.

"Sudah, diam." Sharif mengayunkan lengannya, dan pengetahuan soal sihir itu lenyap dari benak Anita. Begitu mudah, hingga rasanya seperti ada seseorang yang memasuki tubuhnya dan menghapus sendiri ingatannya yang terkait dengan sihir.

Tetap Anita ingin menyerang Sharif dengan cara lain, tapi... percuma. Satu demi satu pengetahuannya soal sihir digerogoti. Ia masih bisa mengenali masing-masing sihir, kalau ia menghadapinya ia tahu cara mengatasinya, namun ia sama sekali tak dapat mengingat cara menggunakannya.

Kalau sihir tak bisa digunakan, mungkin relik sakti bisa membantu. Anita menembus perutnya untuk menarik keluar kristal kekuatan milik dewa Atarai...

"Kamu tidak benar-benar memiliki itu kan, Nduk?"

Berbicara. Hanya itu yang Sharif lakukan. Tak ada gerakan tangan, tak ada apa-apa. Tiba-tiba saja relik sakti Atarai lenyap begitu saja dari tangan Anita. Sekarang, seluruh pilihannya untuk bertarung sebagai penyihir benar-benar hilang tanpa bekas.

Kecuali satu. Ada satu sihir yang entah kenapa tak mau meninggalkan benaknya, tak peduli sekeras apa Sharif dan Nyarlathotep mencoba menghapusnya. Jika memang ia tak punya pilihan lain... jika memang di luar sana dunia sudah hancur... maka sekalian saja ia pastikan Nyarlathotep hancur bersama seluruh planet ini.

"Yog-Sothoth adalah gerbang! Yog-Sothoth adalah kun-"

Kekuatan luar biasa menghantam Anita lagi, hingga kini ia terkapar tengkurap. Ia tetap mencoba merapal. "Yog-Sothoth adalah kunci-" tapi mulutnya tiba-tiba membeku. Ia menciptakan lebih banyak mulut, satu di telapak tangan, satu di punggung, satu di tentakel, namun tak ada yang bisa bersuara. Seluruh tubuhnya pun membeku.

"Nggak perlu juga manggil Yang Mulia Yog-Sothoth dari alam lain ke sini. Dunia sudah cukup ramai dengan Sahasramukha seorang." Sharif menarik keluar sebilah pisau dari balik jasnya. "Sekarang, Nduk, coba diam di situ. Tenang, ini tidak akan sakit..."

"Ini tidak akan sakit," kata Sharif kepada Anita di tahun 2001. Gadis itu terikat di altar batu, dikelilingi kerumunan berjubah. Kecuali Sharif, wajah mereka tertutup tudung. Tapi Anita dapat melihat komisaris polisi yang seharusnya menangani kasusnya, ia dapat melihat ibu angkatnya, tetangganya...

"Bapak juga nggak suka harus begini, Nduk. Tapi... Sahasramukha masih butuh satu pengorbanan akhir, biar dia bisa mewujud. Habis itu, Bapak bisa merampungkan wujud baru dunia ini."

Sama seperti saat itu, Anita hanya dapat diam. Tak dapat melakukan apa-apa walau ada belati yang tertuju ke tubuhnya; tak bisa membantu walau satu-persatu sahabatnya dibakar. Dan tak seperti dulu, kali ini tidak akan ada Pak Hariadi yang tiba-tiba muncul dan menembakkan revolvernya, mengacaukan ritual.

Tubuh Anita ikut menyusut, kembali menjadi anak kecil berkulit putih dalam balutan gaun ritual. Ia akan mati. Tak ada sihir yang bisa membantunya. Bilah pisau akan menembus jantungnya dan ia...

Tidak.

Walau pisau Sharif mulai terayun, Anita memaksa dirinya untuk berpikir jernih. Ini bukan 2001. Ia bukan lagi anak kecil yang tak berdaya. Dia adalah Anita Mardiani, monster kreasi terbaik Jurgen Wagner. Agen Unit Reaksi Cepat yang hanya dikirim untuk menangani kasus tersulit Asosiasi Penyihir. Mungkin ia, entah bagaimana, telah terlambat untuk mencegah kiamat. Tapi belum terlambat untuk menghukum pelakunya.

Sekumpulan tentakel menyeruak muncul dari tubuh Anita, melempar Sharif hingga pria itu menghantam undakan. Semua sihir Anita mungkin telah sirna, tapi apapun yang Nyarlathotep lakukan, makhluk itu belum menghilangkan kekuatan fisiknya.

Sharif memegangi dadanya dan terbahak. "Apa-apaan itu, Nduk? Kamu kok kasar? Padahal Bapak kira kamu itu anak baik-baik. Makannya..." hanya mengandalkan kehendaknya, Sharif membuat langit-langit di atas Anita rubuh. Batu, kayu, dan genting menimpa gadis itu bertubi-tubi hingga dirinya tak lagi terlihat. "Makannya Bapak milih kamu. Bapak kira kamu istimewa."

Anita masih bisa mendengar kata-kata ayah angkatnya itu hingga akhir. Awalnya, saat ia dirawat dan dimanja, ia juga mengira dirinya memang istimewa. Namun setelah ia dibawa ke area terpencil di Gunung Salak, dan disuguhkan pada sumur tersembunyi berisi tulang-belulang anak kecil, ia pun menyadari ayahnya tak pernah pilih-pilih korban. Ia hanya cukup sial menarik perhatian orang sinting itu.

Anita membiarkan tubuhnya membesar. Dari 172 sentimeter, tingginya bertambah menjadi 200... 300... dan akhirnya berhenti di 400 senti, batas terakhir yang bisa ia kendalikan. Reruntuhan yang sempat menindihnya terangkat. Bahkan segel buatan Nyarlathotep tak mampu lagi mengekangnya. Ia bebas.

"Menarik..." komentar Sharif, sudah berdiri lagi. "Wajahmu besar sekali, Nduk. Apa kamu perlu wajah sebesar itu?"

Hembusan angin kuat datang dari atas. Begitu tajam, hingga satu sayatan saja memenggal kepala Anita. Wajah raksasa gadis itu menghantam permukaan lantai dan mencair, membentuk gumpalan hitam.

Sedetik kemudian gumpalan hitam itu merangkak dan melompat kembali ke pemiliknya. Perut Anita menyambut bagian tubuhnya tersebut dan menyerapnya lagi.

Satu mata besar muncul dari sisa leher Anita, memungkinkannya untuk melihat di mana ayah angkatnya berdiri. Lengannya berubah menjadi tentakel saat menyapu, mementalkan Sharif hingga menghantam tembok. Orang biasa pasti akan remuk seketika bila dihajar dengan kekuatan seperti tadi.

Bedebah itu tidak akan mati, pikir Anita membela diri. Perlindungan Nyarlathotep jelas-jelas membuat tubuhnya lebih kuat.

Sesuai perkiraannya, Sharif memang mampu berdiri lagi. "Bagaimana dengan jantung, Nduk? Apa kamu butuh jantung?"

Satu pilar batu meluncur, terarah ke tubuh Anita. Tiga tentakel menyeruak dari bahu gadis itu, menghancurkan terlebih dahulu obyek itu sebelum mengenainya. Namun tiba-tiba permukaan tanah menyembul, menembus Anita tepat di dada kiri. Tak ada efek. Anita bahkan tak merasakan sakit akibat serangan tadi.

Dengan leluasa, tinju kanan gadis itu terayun ke arah Sharif, hendak melumat ayah angkatnya. Potongan-potongan bumi kembali terangkat, menjadi perisai yang melindungi Sharif dari serangan. Saat Anita menghancurkan semuanya, yang tersisa hanya debu. Sharif telah menghilang.

Pria itu muncul lagi di langit-langit, mengambang di udara, mengamati dengan takjub wujud mengerikan anaknya. Kedua telapak tangannya membuka, memanggil kekuatan dari dunia lain. Panah-panah cahaya pun berjatuhan, menembus tubuh Anita.

Ini...

Satu tentakel menjulur keluar dari punggung Anita. Deretan mata menumbuhinya, membantu gadis itu menentukan target.

Bukan... apa-apa....

Tentakel melilit Sharif dan melemparnya ke bagian atas undakan, menghentikan paksa rapalannya. Sharif masih mampu mengangkat kedua tangannya lagi, menciptakan tombak-tombak cahaya dari lantai yang melubangi tubuh Anita. Dari posisi berbaring, pria itu mencoba berlutut agar bisa menyerang lebih baik.

Punggung tangan kanan Anita meninju Sharif. Tubuh pria berjanggut itu pun terlempar hingga menembus dinding. Tombak-tombak cahaya kembali sirna, memberi gadis itu kesempatan memulihkan diri dalam hitungan detik.

Anita melesat, meruntuhkan sekalian tembok yang ditembus ayah angkatnya. Dia menemukan Sharif terkapar di lantai ruang makan, siluet Nyarlathotep di punggungnya memudar hingga nyaris tak terlihat. Darah mengalir dari sisi mulutnya.

"Nduk, Nduk. Kamu tak bisa dibunuh dengan dipenggal. Organ-organmu tumbuh seenak hati. Kamu juga sepertinya tak memiliki jantung..." Sharif terkekeh, menembakkan lima proyektil cahaya yang sepenuhnya diabaikan Anita."Jadi... kamu itu apa? Manusia? Monster?"

Sharif menggerakkan lengannya. Anita pun ditimpa oleh "kehendak dunia" lagi, nyaris membuat tubuhnya gepeng. Namun bahkan kehendak dunia pun tak sepenuhnya dapat menghentikan gadis itu. Nafsu haus darah memberinya kekuatan untuk terus merangkak maju dan melawan beban tak terlihat yang menimpanya.

Lengan Anita membuka, mengeluarkan lima tentakel. Kelima organ ekstra ini terayun, menghantam keras tubuh Sharif. Muncul retakan besar di lantai. Tempat Sharif berbaring bahkan menjadi cekungan dalam.

"Kalau kamu monster, kenapa kamu tadi menahan diri?" Sharif masih bisa bertahan. Tubuhnya diselimuti pendaran biru yang masih dikenali Anita sebagai perisai sihir. "Kamu bisa menyelesaikan Bapak lebih cepat, Nduk. Mungkin... manusia-manusia bola di luar sana masih bisa kamu selamatkan."

Datang lagi luncuran proyektil energi, kali ini sebesar jangkar kapal. Tubuh Anita tertembus dari atas. Saat mendarat di lantai, luncuran itu bahkan menciptakan retakan panjang. Namun Anita masih bertahan.

Anita meluncurkan pukulan lanjutan. Walau tentakelnya membesar, kecepatan geraknya tak terganggu. Retakan semakin memanjang hingga merembet ke dinding. Cekungan yang menjadi tempat Sharif berbaring semakin dalam. Dan akhirnya... perisai Sharif pun rontok. Tak ada yang melindunginya saat kumpulan tentakel gemuk menindihnya sekali, dua kali, hingga tiga kali.

Tentakel-tentakel Anita lalu mengangkat tubuh Sharif. Pria berjenggot itu kini berantakan. Jasnya sobek-sobek, wajahnya lebam, dan hidungnya mengalirkan darah. Namun ia masih hidup. Bibirnya masih membentuk seringai, menunjukkan ia telah kehilangan tiga gigi. "Kamu kuat sekali, Nduk. Kalau dulu kamu begini, mungkin Stefi sama Annisa nggak akan mati ya?"

Stefi si kuncir dua. Gadis yang paling ceria di kurungan. Anak itu selalu optimis, yakin kalau ia atau teman-temannya akan diselamatkan oleh Power Rangers. Bibit harapan yang anak itu tumbuhkan di dada Anita hancur terinjak-injak saat jeritannya terdengar hingga ke ruang penyekapan. Ia memohon dan memohon agar diizinkan menjumpai ibunya lagi, namun para penyiksanya tak mengabulkan.

Annisa yang berjilbab selalu takut sejak awal. Ia berkali-kali ngompol, tak peduli seberapa keras Stefi mencoba menghiburnya. Gadis itu bahkan mengompol lagi saat belati ritual menembus jantungnya.

Pria di cengkeraman tentakel Anita itulah yang membunuh mereka berdua. Raut kecewa selalu muncul di wajah Sharif saat darah yang ia tumpahkan tak ditanggapi Nyarlathotep. Namun ia selalu tersenyum lagi, siap mencoba dengan anak yang lain. Termasuk anak yang ia besarkan sendiri.

Dua tentakel besar menyeruak dari bahu Anita. Bagian depan masing-masing tentakel itu membuka tepat di depan wajah Sharif, memperlihatkan deretan taring yang siap mencabiknya.

Sharif malah seperti tertantang untuk membuat Anita marah. "Dua orang di ruang ritual... itu kenalanmu, Nduk? Mereka nyoba ngebunuh Bapak tadi. Jadi Bapak ngilangin sihir mereka, terus Bapak tikam mereka... pelan-pelan. Yang kumisan malah sempat memohon untuk tidak dihabisi."

Tentakel Anita melempar Sharif ke bawah, menciptakan cekungan kecil lain. Nafsu haus darah Anita mendorong gadis itu untuk, akhirnya, membunuh ayahnya sendiri. Ia harus meretakkan semua tulang pria berjenggot itu, satu persatu dan dengan sedemikian rupa hingga Sharif tetap terjaga walau sekujur tubuhnya menjadi jeli. Lalu ia akan memburai usus Sharif, membiarkan asam lambung dan darah mengucur membasahi lantai. Setelahnya, Anita akan mencoba menghidupkan Sharif lagi agar bisa menyiksanya untuk kedua kalinya.

Tapi itu tidak benar.

Anita mengingat lagi cokelat manis yang disuguhkan oleh Wagner setiap sesi khusus belajar. Minuman itu tak benar-benar memberi tubuhnya sensasi berarti, namun ia tetap dapat merasakan kepedulian gurunya terhadapnya. Sekarang, ia tak akan pernah menikmati cokelat seperti itu lagi.

Semua itu karena makhluk di hadapannya. Mudah baginya untuk menghantam-hantamkan orang itu ke dinding hingga hancur, sebelum Nyarlathotep menjadi lebih kuat. Ia bahkan bisa mencabut kemaluan Sharif, lalu "mengembalikannya" dengan menjejalkannya ke mulut pria itu hingga ia mati karena tercekik.

Sekali lagi, itu tidak benar.

Tubuh Anita menyusut. Wujudnya kembali berubah menjadi manusia. Seluruh organ ekstranya tersimpan kembali, siap dimunculkan bila ada kejutan mendadak.

"Hanya ini kekuatan Nyarlathotep, Sharif?" desis Anita.

"Kenapa kembali menjadi manusia? Apakah ini wujud sejatimu?" Sharif tertawa. "Bukan. Wujud aslimu bukan ini. Wujudmu adalah gumpalan hitam di atas altar, yang sempat kuabaikan karena kukira kotoran."

"Ha-ha," tawa Anita hambar.

"Apa yang akan kamu lakukan, Nduk? Membunuh Bapak? Setelah semua yang Bapak lakukan kepadamu?" ada nada sarkasme kuat saat Sharif mengucapkan itu.

Anita melihat ke luar, menyaksikan padang tandus dan langit aneh yang menantinya. Mungkin hanya ialah satu-satunya manusia yang tersisa, bersama dengan orang sinting yang menyebabkan kiamat. Tapi ia tidak peduli. Bahkan di tengah kekacauan pun hukum harus ditegakkan.

"Sharif Khoirudin... Anda ditahan atas tuduhan menyebabkan bencana skala besar, membunuh Jurgen Wagner dan Klaus, serta membuat pakta terlarang dengan kekuatan kegelapan."

Sharif tertawa semakin keras. "Apa-apaan ini? Masih berpura-pura jadi polisi? Mana lencanamu?"

"Tidak perlu lencana. Saya sudah diberi mandat khusus oleh Asosiasi Penyihir untuk menagani kasus istimewa seperti Bapak."

"Memangnya ada yang bisa menghukumku? Aku sudah menghancurkan segalanya, Nduk. Tak ada yang tersisa sekarang... selain makhluk-makhluk kekacauan."

"Pertama, saya tidak percaya Bapak benar-benar sekuat itu. Mungkin hutan ini hancur, tapi orang yang bisa takluk oleh saya tidak mungkin telah menghancurkan dunia," bantah Anita.

"Tapi bagaimana kalau Bapak memang melakukannya, Nduk? Bagaimana kalau hanya kita yang tersisa di kekacauan ini?"

"Kalau memang tak ada yang bisa menjatuhkan hukuman, maka saya akan menangani Bapak sesuai prosedur yang diajarkan di buku pedoman." Itu akan jadi persidangan yang sangat singkat.

"Begitu berbelit-belit! Padahal lihat tentakelmu, lihat tubuhmu yang bisa membesar-mengecil seenak udel." Sharif mencengkeram kedua tangan Anita. "Jadi kamu itu sebenarnya apa, Nduk? Jawab yang tegas: apa kamu manusia yang terperangkap di tubuh monster? Atau monster yang berpura-pura jadi manusia?"

Bahkan Anita pun tidak yakin. Ia selalu mencoba memberi sugesti diri kalau dirinya adalah manusia. Karenanya ia menentukan sendiri deretan aturan ketat untuk mengatur kekuatan dan aktivitasnya. Karenanya ia selalu menghabiskan waktu dalam wujud manusia, walau sebenarnya tubuh aslinya sama sekali tak berbentuk humanoid. Tapi ia pun sadar kalau di balik kulitnya terdapat monster tentakel yang mengintai, siap menantinya kehilangan kendali.

Ia tetap memiliki jawaban sementara untuk pertanyaan Sharif. "Saya... hanya penegak hukum yang mencoba menjalankan tugasnya." Bahkan di tengah kehancuran dunia.

"Kalau begitu kenapa yang Bapak lihat hanya anak kecil yang bingung?" tanya Sharif.

Karena Anita hanya terdiam, tak mampu lagi membalas pertanyaan terakhirnya, Sharif pun terus berkoar. "Yah, terserah kalau kamu hanya mau menangkap Bapak. Bapak malah senang. Tenang, Bapak tidak akan membunuh kamu. Bapak akan mencari teman-teman kamu, orang tua baru kamu, lalu membunuhi mereka satu-persatu. Bapak sudah melakukan itu sekali, dan hasrat sok sucimu itu memastikan Bapak akan melakukannya lagi!"

Pria itu berjuang begitu keras untuk dihabisi anaknya sendiri. Anita harus melawan hasratnya sendiri untuk tidak mematuhinya. Namun pada akhirnya, itu tak akan memberi kepuasan apapun kepada Anita. Analogi yang terbayang di benak gadis itu adalah... model yang menyantap junk food di tengah diet. Kepuasan yang dirasakan hanya sesaat, lalu dilanjutkan rasa bersalah hebat.

Pada akhirnya, Klaus dan Wagner tidak bisa lagi bersuara. Demikian pula dengan semua korban Sharif. Mereka semua kembali ke kehampaan, lenyap, tak akan menuntut apa-apa walau usia mereka dipotong dengan tragis. Segala yang akan Anita lakukan sekarang hanya pemuasan ego bagi dirinya sendiri. Jadi, ia memilih langkah yang dianjurkan buku panduan Asosiasi Penyihir.

"Untungnya kata Bapak teman-teman saya sudah mati kan?" di dalam imajinasinya, Anita tersenyum sinis. Ekspresi wajahnya yang sebenarnya tetap menampilkan senyum tenang. "Senang bicara dengan Bapak lagi." Anita menyentil kuat kepala Sharif. Kepala pria itu tersentak ke belakang. Matanya menutup. Tubuhnya lemas.

Perlahan Anita menurunkannya. Ia pastikan orang itu masih hidup. Begitu ia rasakan jantung dan nadi Sharif masih berfungsi normal, ia merasakan sedikit kelegaan... di antara tragedi yang baru saja menimpanya.


Chapter 2


Anita tidak melupakan manusia-manusia yang sudah disatukan menjadi bola. Ia membongkar satu-persatu bola daging itu untuk menemukan orang-orang yang bisa diselamatkan. Harapannya terkikis saat tangannya terus-menerus hanya menemukan potongan tulang dan daging. Namun ia terus mencoba dan mencoba, hingga akhirnya ia tersenyum melihat sosok yang masih utuh. Ia tahu kalau nafas yang ia dengar bukan berasal dari imajinasinya.  

Saat upaya Anita berakhir, ia sukses menemukan delapan penyintas. Tubuh mereka semua sudah begitu kacau. Tulang-tulang mereka rusak, hingga Anita tak bisa membayangkan prosedur seperti apa yang bisa dilakukan untuk memulihkan mereka kembali seperti sedia kala. Namun masing-masing pria dan wanita ini masih bernafas. Jadi, sudah kewajibannya untuk mencoba menolong.

Walau tak suka harus terus-menerus berubah wujud, Anita menjelma menjadi gajah. Tak ada referensi jelas, wujudnya lebih terlihat seperti monster ketimbang gajah sungguhan. Punggungnya datar, memudahkannya mengangkat para korban Sharif beserta ayah angkatnya sendiri. Bahkan tubuhnya pun lebih terlihat seperti kumpulan tentakel ketimbang lapisan kulit, daging, dan tulang. Namun untuk sekarang, itu cukup.

Dalam wujud seperti itu, Anita mulai melangkah. Sejumlah tentakel menyembul, mengikat orang-orang yang berhasil ia selamatkan agar mereka tak terjatuh. Khusus untuk Sharif, ia memberi bebatan ekstra yang membuat pria itu sepenuhnya terkurung di permukaan tubuh anaknya sendiri. Bahkan mulutnya pun ikut dibekap.

Tak membutuhkan waktu lama hingga Anita menyadari ada yang salah.

Bukan, nalurinya itu tak berhubungan dengan para korban yang ia selamatkan. Tak ada hubungannya juga dengan ayah angkatnya, yang masih tak sadarkan diri. Semakin Anita berjalan, semakin ia yakin kalau pemandangan di sekitarnya seperti dibuat dengan copy paste. Ia dapat melihat wujud rusak rumah Klaus di depan. Ia dapat melihat bangunan serupa di kiri dan di kanan. Tumpukan tiga batu berdiri dengan posisi persis sama setiap lima ratus meter. Sebenarnya dia di mana?

Mendadak, punggungnya mulai menjadi ringan. Mata yang ia munculkan di sana mendapati kalau tubuh Sharif terurai, seperti arang yang terhembus angin. Para korban yang sudah susah payah Anita selamatkan pun mengalami nasib sama. Bersamaan dengan itu, sisa sakit akibat pertarungannya dengan ayahnya pun berangsur-angsur sirna.

Anita terdiam. Dari wujud gajah, tubuhnya mulai mengambil bentuk manusia lagi. Tunggu... aku benar-benar sudah terbangun, kan? tanyanya dalam hati. Tadi ia tak sempat memikirkan itu. Ia terlalu sibuk berduka atas kematian Wagner dan bertarung habis-habisan dengan Sharif. Namun kini, sendirian di tanah tandus ini, ia mulai tak yakin yang baru saja dilaluinya tadi nyata.

Kemudian pemandangan kehancuran pun terkikis dan menguap. Tanah? Hilang. Langit? Hilang. Batuan? Hilang. Pada akhirnya, yang tersisa hanya kehampaan putih.

Muncul lengkungan pelangi menembus putih. Ujungnya hampir menancap di kaki Anita, kalau saja gadis itu tak sigap menggeser posisi.

Sosok berkepala bantal ungu menampakkan diri, kakinya melompat-lompat di atas pelangi. Setiap langkahnya memunculkan percikan permen.

"Mimpi yang bagus!" puji makhluk berkepala bantal itu dengan suara manis. "Tadi kukira itu mimpi buruk, tapi akhirnya bagus. Aku kaget kamu memutuskan mengampuni musuhmu, walau dia sudah membuat dunia kiamat."

Anita kebingungan. Terakhir kali dia bertemu dengan makhluk seperti ini adalah di Berlin, saat ia menangani... menangani kasus mimpi.

"Maaf, Nona, apakah saya masih bermimpi?" Anita kebingungan.

"Nih!" Alih-alih menjawab, Kepala Bantal melempar domba hidup ke arah Anita. Anita dengan sigap menangkapnya.

Ini mimpi. Seharusnya ini mimpi. Tak ada penjelasan yang lebih masuk akal. Klaus membuatnya tidur, kesadarannya berkelana, dan ia akhirnya terjebak di sana. Lalu kenapa ia masih merasakan denyut jantung dari domba di pelukannya?

"Ini buat apa?!" tanya Anita bingung.

Kepala Bantal tak menanggapi, terlalu asyik bicara sendiri. "Tahu bagian yang paling kusuka? Waktu kamu tidak takut menghadapi si N jahat. Jelas-jelas mantan ayah angkatmu diperkuat oleh dewa mengerikan, tapi kamu masih melawannya."

"Begitulah manusia, Nona..." Anita meletakkan domba dengan lembut. Hewan itu memberinya tatapan bodoh. Mulutnya membuat gerakan mengunyah walau di sini tak ada rumput. "Walau kami akan hancur, kami tetap akan berdiri tegak di depan ketidakadilan."

"Tapi panoramanya terlalu membosankan. Kalau ada kembang api..." kembang api terlontar dan meledak, mengejutkan Anita. "Bunga~" bunga-bunga bermekaran, memberi warna pada lembar putih tak terbatas. "Kurasa aku akan lebih suka."

"Wah, maaf sudah mengecewakan," sahut Anita, mulai bingung bagaimana harus menanggapi Kepala Bantal.

"Sudah cukup, Ratu Huban. Sepertinya kamu mulai membuat pemimpi kita bingung." Muncul satu sosok lagi, kali ini adalah seorang wanita yang menyandang tombak dan perisai. Dia terlihat... familier. Anita pun kaget mendengar ucapan wanita itu selanjutnya, "Ah, Anita Mardiani, bukan?"

"Apa kita sudah pernah bertemu sebelumnya, Nona?"

"Belum. Tapi Zainurma sepertinya sudah. Dia bilang kamu sempat salah masuk sebelum dikembalikan ke Alam Mimpi."

Salah ma...

Ia berjalan di koridor yang dipenuhi karya seni. Lukisan, patung, vas, segala macam dekorasi tersaji di sana. Sejauh mata memandang, tak ada duplikat, tak ada karya yang mirip-mirip. Siapa pun yang mengoleksi semua itu pastinya sangat berdedikasi.

Di ujung koridor ada ruangan bundar, dikelilingi taman. Sebuah patung berbentuk otak berdiri di pusatnya, disangga oleh bentukan-bentukan manusia. Lalu sesuatu menyengat Anita, seorang pria berjas muncul dan... dan ia tak ingat apa yang terjadi di sana.

"Tidak apa-apa, Nona Anita?" tanya wanita bertombak.

"Tidak... tidak apa-apa..." saat Anita melamun, putih di sekelilingnya kini sudah ditumbuhi bunga, dicorat-coret dengan warna pelangi.

"Kami baru saja menguji Anda lewat mimpi buruk. Kami ingin melihat bagaimana Anda bereaksi. Dan ternyata... Anda tetap mengutamakan penegakan hukum di atas segalanya. Anda bahkan tidak tergoda membunuh orang yang sudah menyiksa Anda."

Anita geleng-geleng. "Begitulah saya. Tapi kalau untuk hal yang jelas-jelas baik, saya bisa sedikit lebih longgar sih." Karena wanita bertombak itu mampu berkomunikasi lebih normal dari Kepala Bantal, Anita mengulang pertanyaan yang ia ajukan ke Ratu Huban sebelumnya. "Apa ini... mimpi?"

"Benar."

"Kalau begitu, apa saya akan terbangun sebentar lagi?"

"Maaf, untuk sementara Anda akan tertahan di sini. Tapi setidaknya nasib Anda akan lebih baik dari mereka yang sudah pasti gagal," tandas wanita bertombak itu. "Dengan domba putih sebagai bukti, Ratu Huban dan saya, Mirabelle, menyatakan Anda layak untuk berlaga di ronde berikutnya pagelaran ini."

Awalnya, Anita mengira ia sudah mulai memahami situasinya. Namun penjelasan tambahan dari Mirabelle tadi justru membuatnya melongo. Pagelaran? Sejak kapan ia ikut di pagelaran? Pagelaran apa? Aturannya apa? Lalu... ia masih bermimpi? Benarkah? Kalau begitu kenapa rasa sakit yang dideranya sepanjang pertarungan tadi terasa begitu nyata?

Dan wanita itu baru saja memperkenalkan dirinya sebagai Mirabelle. Dengan seluruh matanya yang tersedia, Anita mengamati wanita bertombak itu dari ujung helm hingga ke sandal tempur. Ia mulai mengingat patung-patung bergaya Yunani yang terpajang di hutan-hutan Prancis dan Jerman...

Bukankah ini dewi yang seharusnya ia cari?



End of Volume 1

Ilustrasi Anita, oleh Cessa Lafalika

39 komentar:

  1. Saya suka. Beneran ga perlu battle sedemikian rupa, tapi konflik batin dan nuansa 'mimpi'nya bener" kerasa

    Dua poin yang jadi nilai plus buat saya adalah gimana Anita di sini digambarin punya macem" kebimbangan, dan sekalipun luarnya monster, dalem tulisan dia keliatan bener" manusiawi. Yang kedua gimana dia bisa ngontrol dirinya sendiri, nunjukin kualitas kalo emang dia pantes nyandang alignement Lawful Good

    Kebetulan setting prelimnya gini, tapi buat cerita pembuka, saya kira bagus buat diterusin jadi novel utuh. Semoga ketersambungan plot utamanya bisa terus kejaga ke depannya

    Nilai 9

    BalasHapus
  2. 5.2k Yang kok rasanya panjang tenan ih.
    Yang aku liat Uphold the Law malah "Code of Conduct" alias sejenis kode etik si Anita sendiri sih. Kukira Uphold Law secara luaran (hukum tertulis). Kebiasaan emg twistnya ngena.
    (Somehow feels Dark Magic ala Hailstorm terbawa lagi. Merinding saya).

    Paling suka bagian "Annisa yang berjilbab ngompol berkali-kali"
    Fix, senyum2 sendiri saya. Kebayang horrornya atau emang dia panikan (Si Annisa)

    Nilai 9

    BalasHapus
  3. hmm.,ada unsur Tuhannya tp pertarungannya seru dan aku ketawa pas miraslime mulai muncul. ntah knp aku dr awal mikirnya itu mirabelle OCnya admin. hahaha. hmm...ini pertama kali nya ikut beginian dan jarang tepatnya nggak pernah bc semacam novel (bacanya komik doang) jd nggak bs ngasih saran. hmm...kasih 9 deh

    OC: Kuro Godwill

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi sebenarnya ini komentar untuk Iris Lemma?

      Hapus
    2. iya. maaf. hehehe. tombolnya terlalu sensitiv jd mudah pindah2. yang ini belum baca ceritanya jadi belum bisa komen.

      Hapus
  4. Saya terharu saat membaca kisah dua teman Anita. Sampai-sampai saya merasa heran, bagaimana bisa dia menahan diri dan memutuskan untuk tidak membantai si ayah tiri? Penulisan rapi, panjang tapi enk dibaca. Karakterisasi stabil, tidak seperti bentuknya yang tidak stabil :p

    Nilai akhir: 9

    BalasHapus
  5. Nice! Good work!

    Saya suka stylenya, padahal disini battlenya tidak terlalu wah. Karakter Anita pun menarik. Berusaha menegakkan "keadilan" yang dia yakini, walaupun disertai kebimbangan dan menghadapi orang yang mengambil segalanya dari dia.

    I'll give you 9 out of 10

    Harid Ziran

    BalasHapus
  6. Ugh! Gimana yah, menyebalkan rasanya melihat anita harus memaafkan dan tetap menegakkan keadilan meskipun si tua bangka itu amat sangat pengen dibunuh sama anita. Emosi yang saya rasakan saat membaca entri ini itu cuma dua selain rasa kesal itu dan itu bingung+penasaran, kenapa anita seperti sangat mengenal dua makhluk gaje dari dunia mimpi itu?
    Apa sudah dijelaskan yah di note fbnya bang fachrul? *belum baca soalnya.
    Pokonya seperti yang diharapkan dari seorang KING, entri ini sukses bikin saya kesal sendiri. Hoho

    Nilai : 9
    Mahapatih Seno

    BalasHapus
    Balasan
    1. memang ada gap di antara Volume 0 dan Volume 1. sekarang Anita akan mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum Volume 1, haha

      Hapus
  7. Setuju ma di atas, kekuatan cerita ini ada di konflik batinnya Anita. Trus ditambah gaya penceritaan yang, well, lovecraft flavour (apapula ini?) saya jadi teringat Nurin lagi, ini bneran return of the King, hehe

    Eh karena ini cuma mimpi, berarti Wagner & Klaus harusnya masih hidup ya? Ah mungkin nti jawabannya :3

    Nilai: 9
    OC Martha A.D.

    BalasHapus
  8. Untuk prelim entri ini memang bener well done.

    Singkat, namun sudah mencakup semua yang dibutuhkan untuk mengenalkan sosok Anita kepada para pembaca.
    Menurut saya, Anita adalah tokoh yang unik dan menarik. Monster, namun berbudi luhur melebihi manusia pada umumnya.
    Saya pun penasaran, "Kenapa Anita bisa jadi monster? Apa gara-gara ritual Sharif?" Well, ngga sabar buat nunggu kelanjutan ceritanya.

    Semoga saja sih masih bernuansakan suram dan sadis. Seperti kumpulan manusia yang dijadikan lima bola raksasa dengan cara diikat. *ketawa jahat*

    Nilai 8

    OC : Alexine E. Reylynn

    BalasHapus
  9. ok. setelah kemarin salah kirim komen, mari tulis review sbenarnya tentang ceritanya. ceritanya keren, alurnya mengalir begitu dan dr bhasa seperti udah berpengalaman. ksh 9 deh. aku msh awam slh d dunia kpenulisan jd gak bs bnyak komen.

    OC: Kuro Godwill

    BalasHapus
  10. GHOUL nitip salam… :=(D
    Prolognya menarik perhatian kedelapan mata saya (eh empat) ntuk ngescroll terus ke bawah ampe ting! Kalo membaca pasti prolognya menjadi pusat perhatian saya, bukan endingnya.
    Bangun tidur lalu amnesia mengingatkanku pada adegan population zero episode 1 (reon comics)
    Ia tadi ke sini bersama gurunya—Jurgen Wagner—untuk menemui penyihir muda itu (em dash, bukan koma2).
    Selalu ada tanda koma sebelum ‘yang’ :=(0
    Serem ritualnya ich… >.<
    Makannya ato makanya? :=(0
    Antimainstreamlah… seremnya kebayang… terutama di bagian bakso di capter 2
    Saya mimpi entri ini saya kasi nile 9 karna unik :=(D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks atas koreksi dan nilainya (O3O)b

      Hapus
  11. Entri pembuka yang cepat dan ngena. Pendapat saya soal karakterisasi Anita kayanya sama kaya beberapa komentar di atas, penasaran, hidup kaya apa yang sebenernya bisa bikin dia jadi se-lawful good itu? Narasi yang ngejelasin soal dua teman Anita dulu kayanya udah cukup buat bikin siapa aja bejek-bejek itu muka Bapak Sharif. Apa justru karena Anita enggak sepenuhnya manusia, ya?
    Pembukaannya saya paling suka; Anita langsung berhadapan sama sesuatu yang mustahil (mimpi, kematian/kedatangan sosok-sosok kuat), dan battle-nya sendiri entah kenapa saya ngerasa feel-nya itu kaya lagi nonton adegan pertarungan bisu yang dramatis. 9/10

    Oc: Namol Nihilo

    BalasHapus
  12. Altem - Po

    Entri ini buatku ada plusnya dan ada minusnya. Di satu sisi, ciri khasnya Mas Fachrul dalam membuat fiksi tipe tentakel bener2 keliatan. Dalam nuansa gore yang alien kyk manusia diiket jadi bola, tumbuh mata di dalam tentakel, dsb, ini udah gak perlu diraguin lah. Kosakatanya jg bener2 kaya dan bikin suasana kontras antara nama2 indonesia yg tetep padu dgn tema cthulhunya.

    Nah yg agak ngganjel buatku,

    - villain ini menurutku adalah villain terbaik di prelim sampe skrg. Tapi yg kuliat, masih kurang ciri2 sepanjang cerita. Kyknya kalo dijelasin "pria
    berbaju tradisional jawa tengah itu..." atau "pria bersorot mata kebapakan tersebut merapal mantra..." dalam kalimat battlenya, pasti akan jadi lebih relatable.

    - Alasan Anita nggak ngebunuh Sharif mnurutku kurang dibuildup dari segi pergolakan batin, shingga munculnya kesimpulan bahwa membunuh Sharif itu adalah nggak bener utk moral Anita, kurasa masih kerasa dadakan mengingat sepanjang battle dan flesbek, Sharif kegambar bgt biadabnya. Oiya alasan Sharif udah capek2 manggil Nyarla etapi tiba2 pengen dibunuh ama anaknya sendiri, itu jg agak bingung akunya kenapa alasannya.

    Nilai 8/10

    BalasHapus
  13. Monster melawan monster, anak melawan ayah angkat. Konflik batin yang luar biasa. Anita benar-benar lawful good di balik wujudnya yang seperti itu. Memanfaatkan kekuatannya untuk menegakkan apa yang dianggapnya sebagai keadilan

    Ah, saya suka bagian Anita berubah wujud dan mencari-cari dengan mata di punggung. Pergerakan tentakelnya mudah dipahami meskipun agak geli. Selain itu, Anita dalam wujud manusia cantik sekali :*

    Nilai : 9
    Merald

    BalasHapus
  14. pada dasarnya battlenya bisa dibilang lumayan simpel tapi poin terkuat dalam entry ini bisa dibilang ada di plot dan konfliknya, yang mana cukup deep dan emosinya sangat kerasa, bahkan saya yang gak terlalu ngerti plot rumit kayak begini juga sampai bisa merasakan amarah Anita pada bapaknya.

    nilai: 8
    OC: Tristana

    BalasHapus
  15. Sampurasun, enéng Anita Mardiani.

    Saya, Mbah Amut, mau sedikit berkoméntar perihal peran enéng dalam lakon Prélim ini.

    Kiranya mbah tidak akan bicara panjang lébar bicara mengenai narasi cerita yang dilakoni enéng, karena mbah rasa sudah cukup mumpuni dan dapat dengan mudah dimengerti. Kalaupun mémang ada masalah di penulisan, rasanya hanya kesalahan kecil yang tak perlu dibesar-besarkan karena masih bisa dinikmati.

    Yang perlu disorot di sini adalah apiknya enéng memerankan lakon ini dengan penjiwaan karakter yang kuat, serta mengolah konplik dalam cerita sehingga enéng bisa memperlihatkan dédikasi enéng sebagai karakter yang masuk dalam kecendrungan [ Lawpul Guud ]

    Enéng berhasil membuktikan bahwa enéng yang merupakan jelmaan monster bisa mempertahankan hukum yang enéng percayai, dalam kasus ini kode étik dan batasan moral yang enéng perlihatkan dalam setiap tindakan dan kata-kata.

    Sungguh, tanpa pertarungan yang inténsip pun ternyata enéng bisa menggerakkan hati penikmat lakon enéng dengan permainan émosi yang bagus, mbah yang juga tidak jauh berbeda konsépnya sangat senang bisa melihat ada monster yang SANGAT MANUSIAWI seperti enéng.

    Ya, ga usah panjang lébar lagi, untuk lakon enéng yang satu ini, mbah titip ponten:

    10/10

    Ttd.

    Mbah Amut dan Énryuumaru

    BalasHapus
  16. Fokus yang menarik dalam percabangan akan kehidupannya sebagai seekor Shoggoth atau seorang Anita Mardiani dipaku keras ke sisi manusiawinya. Tak hanya itu, sebagai manusia pun Anita tak hanya mengandalkan akalnya, namun juga prinsipnya yang mengukuhkannya pada kecenderungan Lawful Good.

    Jelas, melihat monster yang selama ini akrab dengan sifat Kaos mengambil sisi Adil adalah angin segar yang patut diterima.

    9/10.

    Jane Cho cinta mati.

    BalasHapus
  17. #01 ANITA MARDIANI
    Well, pertama saya ucapkan selamat sebagai entran pertama yang mengirimkan tulisan. Dan bukan sembarang tulisan pula, rasanya. Sekalipun dikerjakan dengan cepat, ceritanya tak terkesan terburu-buru. Lengkap antara awal cerita, pertengahan konfliks, hingga klimaks, dan penutupan.

    NARASI : B+
    Dari segi narasi, tak banyak yang bisa dikomentari. Secara penyampaian cerita sudah baik dan mudah dimengerti biarpun harus sering mendeskripsikan makhluk jelly tentakel hitam yang absurd seperti Anita. Paragraf juga tidak terlalu panjang sehingga tak melelahkan pembaca. Tidak tampak banyak penggayaan unik di narasi (yang noticable) namun itu bukan masalah berarti.

    TATA BAHASA : A
    Hampir tak ada masalah kecuali yang kecil-kecil saja. Seperti "makannya" yang sudah disinggung oleh pengarang Ghoul. Barangkali ada sedikit harapan dari saya soal istilah. Mumpung ini asal asosiasinya dari Jerman, mengapa tidak gunakan nama Jerman saja sekalian? Misal Asosiasi Penyihir Jerman jadi Vereinigung Hexen Deutschland, atau apalah~

    KARAKTERISASI : A-
    Untuk Anita sendiri sudah bisa dihayati dengan baik oleh pembaca. Terlihat bagaimana motivasinya atau bagaimana cara dia mengatasi konflik batin. Namun untuk karakter Sharif sendiri masih belum terlalu kuat. Barangkali bisa lebih digali motivasinya, rasa takutnya, atau hal-hal manusiawi lain yang masih memungkinkan untuk ditonjolkan dari si bapak ini. Dan karena Pak Guru dan si Penyihir hanya dimunculkan di tulisan pada link, di entri ini terasa kosong (seandainya pembaca tidak menyempatkan diri untuk membaca tulisan pada link).

    PLOT DAN BATTLE : B+
    Secara umum sudah oke. Ada musuh, lalu konflik, penyelesaian, dan permainan idelogi. Yang kurang buat saya mungkin twist-nya. Seolah semua plot lancar dari awal sampai akhir tanpa ada sedikit lika-liku. Sekalipun ada konflik batin di sana, pilihan Anita untuk tidak menghabisi lawan itu mudah ditebak. Dan mungkin karena wujud Anita yang begitu, pembaca jadi tak begitu "merasakan" luka fisik yang dialami Anita, bagaimana semisal dia sekarat atau kesakitan misalnya. Bagaimanapun, intensitas battle-nya memang lumayan mantap berikut dengan detail mata-mulut-tentakel Anita.

    TANTANGAN : A-
    Anita tampak mematuhi standar hukum sebagai seseorang dari Asosiasi Penyihir. Lalu batasan mengenai Bingkai Mimpi dan penurunan kekuatan juga sudah dimunculkan di cerita ini (walau anehnya, tampak seolah itu adalah kemampuan dari si lawan). Dan mungkin saya sedikit heran, pengetahuan memantra sihir Anita itu tak tertulis di charsheet atau bagaimana?

    ================
    OVERALL RATE : A
    ================
    Saya harap, Anita dengan kanon yang kuat ini bisa terus melaju dan menyajikan cerita-cerita yang menarik ke depannya. Saya suka bagian Mirabelle yang menjadi plot penting di kanon Anita ini (bahkan sejak chapter #0)

    ==

    Untuk prelim, semua peserta yang mengirimkan entri mendapat modal nilai 10 dari admin.

    BalasHapus
  18. Akhirnya sempat baca entri ini~ \o/... Dan saya dibuat speechless, jatuh cinta dengan bagaimana kemampuan Anita menghilang satu persatu dan ngeri membayangkan Sharif yang dibenak saya lebih seperti Joker-nya Heath Ledger yang begitu dingin dan kejam dan penuh dengan kalkulasi.

    10/10 dari saya, yang nggak bisa nemu sedikitpun kesalahan (menurut saya)

    OC: Adolf Castle

    BalasHapus
  19. weh.. mantep nih cerita. gaya bahasa yang luwes dan alur cerita yang gampang dicerna. sampe minder kalo dibandingin sama entry punya saya.

    nilai dari saya, 9. pastinya cerita ini lolos ke babak selanjutnya.

    Dwi Hendra
    OC : Nano Reinfield

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah belum tentu. Coba kirim dulu biar saya bisa balas berkunjung :)) (ato sudah?)

      Hapus
    2. Ah belum tentu. Coba kirim dulu biar saya bisa balas berkunjung :)) (ato sudah?)

      Hapus
  20. Komentar pertama saya di BoR 6, dan tentu saja saya berikan kepada pengirim entri pertama.

    Anita ini tipe-tipe karakter yang asik benget ditulis. perubahan wujud-wujud bisa dijadikan buat bikin cerita gak kaku. well menurut saya doang sih... asik banget dibawa, entah karakternya yang bagus, penulisnya yang jago, atau kombo keduanya.

    oh, iya, dari awal saya kira Anita itu mirip-mirip Martian Manhunter, tapi dari cara dia ngendaliin diri dan ngeliat kemampuannyaa malah Miss Martian dari cara dia tetep pertahanin wujudnya.

    Ceritanya sederhana, tapi konflik batinnya yang jadi fokus utama, battlenya malah menurut saya megah banget. seru aja ngikutin Anita, dialog-dialognya yang luwes enak diikutin. masa lalunya yang dilihatin separuh-separuh tapi ngena. bagus banget. saya belajar banyak dari entri ini.

    Nilai : 9/10
    OC : Bian Olson.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga bisa bertemu dengan Superman Alan Scott (O3O)d

      Hapus
  21. well, sasuga king. entrinya bener-bener memikat dari segi penarasian, tata bahasa ama dialog-dialognya. saya juga gak protes kalo ternyata anita juga bisa sihir.

    because axel does same too.. *spoiler alert!

    tapi seperti yang diomongin admin, unsur kejutannya masih belum kerasa. emang sih, bawaain karakter yg kuat sinting buat nglawan karakter lawan yg lemah itu cukup memeras otak.

    9 dr Axel

    BalasHapus
    Balasan
    1. bayangin aja anita itu kecenderungannya chaotic, mungkin sharif mati di paragraf pertama

      Hapus
  22. Saya baca ini mungkin sejak satu jam pertama entri ini keluar. Tapi baru komentar. Maaf *sungkem*

    Hmm, nilainya 9.

    Soalnya saya liat tantangan buat crusadernya terlaksana semua. Save people ada, forgive enemy ada, dan uphold the law yang terutama. Salut~

    Narasi seperti biasa, okay. Mudah dibayangkan dan bahasanya juga gamblang--sesuatu yg saya suka.

    Tapi entah kenapa ... saya liat Anita kurang tantangan gitu ya. Kayak--mungkin perasaan saya aja kali--dia gak benar-benar tersudut sm lawan (ea, OC sy jga gak lebih baik sih dlm hal ini). Malah battle yg sebenernya adalah dilema batinnya. Bukannya gimana-gimana ... cuma jadi agak kurang sreg saja gitu. Apalagi liat karakternya Kak Fachrul biasanya amat sangat terdesak dulu sebelum biaa ngabisin lawan. Q_Q

    Mo ngomong apa lagi ya? Ah mungkin segini dulu. Lupa soalnya :')

    -Sheraga Asher

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu akan jadi masalah di tiap entry anita. Terutama kalo dia ngga ketemu musuh yg bisa exploit weakness dia. ini adalah karakter yg kudunya lebih mudah digunakan musuh saya untuk membangun drama :)))

      Hapus
  23. Hm...

    Meski konflik batinnya berasa banget, tapi ini char kelewat OP kalau dilihat dari segi battle. Well, kelemahannya juga cukup signifikan sih, jadi gak terlalu masalah selama masih bisa dikalahkan~

    Sayangnya di sini terlalu cepat kemampuan Anita dihapus, padahal saya mau lihat kekuatannya full dulu dalam battle sebelum hilang satu persatu. Bakal menarik menurutku, kalau bisa lihat Anita full strength dan musuhnya masih bisa bertahan sampai akhirnya dia menang~

    I'll give this tentacle girl 9 points!
    Asibikaashi

    BalasHapus
  24. Ide : Sangat Baik = 2
    Plot : Sangat Baik = 2
    Tingkat kemudahan di cerna : Sangat Baik = 2
    Usaha : Sangat Baik = 2
    EYD : Sangat Baik = 2

    saya tidak bisa komentar apapun nilai sempurna ini

    Nilai : 10

    BalasHapus
  25. saya udah komentar ini belum ya di facebook? saya ngerasa udah baca sih . dan saat baca lagi saya masih suka dan kagum. om Run ngeset bar tinggi buat entry entry setelahnya yang dibalas dengan baik oleh kak Sam.

    Saya ragu saya bisa nunjuk apa yang jelek dari cerita ini. Mungkin satu sih, etergantungan cerita ini dengan bckground story. Dalam artian saya ga akan nyambung kalau gabaca char sheet atau cerpen yang Om Run buat sebelumnya

    Nilai 10
    William Amadeus Anderson

    BalasHapus
  26. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

  27. Hai! ^_^ saya reader yg tersesat di sini. sebelumnya saya kira ini web game.. wkwkwkwk. eh ternyata isinya cerpen-cerpen dgn OC yg beraneka ragam. ya udah saya pergi.. tapi eh, ada deretan cerita yg menarik. jadi saya coba ikutin deh,

    numpang ngreview boleh?... saya baca dari awal sampai akhir kok, tehee ;>
    saya suka sekali karakterisasi Anita yang bener-bener teguh memegang prinsip keadilan dan mampu memaafkan musuh yang bahkan telah menghancurkan dunia. btwe referensinya dari Lovecrafians... pantes ada shoggoth ama nyarlahpotehep... yeay, kapan Azatoth nongol >_< ? Kiamat dong! Kyaaa!!!
    plotnya mengalir lembut, aku ngrasa kaya lagi berjalan di tengah berhentinya waktu. teknik penarasiannya oke punya. EBInya ga ada yg salah. minim typo. pasti masnya udah pro banget dunia tulis-menulis. bener-bener enak dinikmatin.
    hanya saja entri ini terlalu banyak informasi. jadi penjelasan atas segala sesuatu gak dilakukan perlahan-lahan alias terlalu cepat dan saya kesusahan bisa relate sama OCnya. Oh, ya kesannya juga minim emosi, yang ini preferensi pribadi saya sih, tp ttp aja pengaruhnya masih berasa. yang terakhir, saya kecewa dgn actionnya. koreografi pertarungannya penuh repetisi, kurang dinamis. makhlum lah, kalo anita ngerage, syarif bisa mati di prolog, dong..hihihihiih #slapped
    jadi errr.... 7 deh

    Salam sayang

    BalasHapus
  28. "Nduk, Nduk. Kamu tak bisa dibunuh dengan dipenggal. Organ-organmu tumbuh seenak hati. Kamu juga sepertinya tak memiliki jantung..."
    FIX Saya keingat Naraku dari Inuyasha


    Oke deh, langsung aja.

    Plus :
    + Konflik. Ajegile konflik batinnya si Anita ya. Sarif mah gitu amat sama anak sendiri. Dikenal baik tapi dalamnya busuk. Tapi biar gitu dia 'pernah' besarkan Anita. Tambah lagi ingatan soal Pak Hariadi, aaa.. nyes rasanya
    + Battle. Saya sebenere baca ini pas dosen nerangin matkul, jadi kudu ijin ke toilet buat bisa teriak2 disana. Battlenya apik. Saya ngerasain emosinya Anita pas tentakel-tentakelnya keluar itu, tambah lagi pas defense si sarif muncul. Bah, kesel yo iya tapi asik buat diikutin
    + Solusi. Sempet greget sama Anita kalau ga ingat dia LG. Kalau Anita itu OC saya, saya remukin deh si sarif, kesel abis soale (untungnya bukan. Dan pas tubuh2nya ilangan itu, wow, kerasa alam mimpinya.
    + Bahasanya enak, bikin tensi saya kejaga pas mbaca. Saya ga perlu ngulang buat dapat garis besarnya. Sasuga King lah ya

    Minus :
    Sejauh ini ga ada minus yang berarti sih.

    Ada typo, dan saya masih penasaran gimana proses kreasinya Anita. Tapi itu ga saya jadiin minus,soale saya yakin ke depan ada penjelasan tersendiri dan ga gitu ngaruh di cerita kali ini


    Nilai :
    Basic = 5
    Plus = 4
    Minus = 0

    TOTAL : 9


    -Odin-

    BalasHapus
  29. Damn dark!
    Entah harus berkomentar apa karena sudah dijelaskan oleh banyak orang diatas. Yang jelas meski mengusung cerita yang sangat kelam namun kata katanya dapat mudah dicerna, begitu juga alurnya dapat diikuti, Uphold The Law nya pun ditonjolkan dengan sangat baik...

    Saya tidak paham tentang penulisan tapi sejauh ini cara menulis di entri ini ya flawless...

    Walakhir 10
    Ganzo Rashura

    BalasHapus
  30. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Selamat mengapresiasi~

Tuliskan komentar berupa kesan-kesan, kritik, ataupun saran untuk entri ini. Jangan lupa berikan nilai 1 s.d. 10 sesuai dengan bagus tidaknya entri ini berdasarkan ulasan kalian. Nilai harus bulat, tidak boleh angka desimal. Perlu diingat, ulasan kalian harus menunjukkan kalau kalian benar-benar membaca entri tersebut, bukan sekadar asal komen. Admin berhak menganulir jika merasa komentar kalian menyalahi aturan.

PENTING: Saling mengkritik sangat dianjurkan tapi harus dengan itikad baik. Bukan untuk menjatuhkan peserta lain.